Beranda | Artikel
Melepaskan Diri Dari Uang Riba
Sabtu, 22 Oktober 2016

MELEPASKAN DIRI DARI UANG RIBA

Pertanyaan.
Assalamualaikum. Saya memperoleh SHU (sisa hasil usaha) dari koperasi yang menjalankan riba. Saya bingung, uang tersebut saya gunakan untuk apa karena itu hasil riba. Pertanyaan berikutnya, bagaimana jika kita terlanjur makan makanan pemberian orang kemudian kita baru tahu bahwa makanan itu dari uang riba. Mohon jawabannya.Terima kasih.

Jawaban.
Wa’alaikumussalâm
Semoga Allâh Azza wa Jalla melindungi kita semua dari harta haram dan membimbing kita kepada segala hal yang mendatangkan ridha-Nya.

Sisa Hasil Usaha (SHU) dari koperasi yang menjalankan riba tidak boleh dimakan, karena itu adalah uang riba. Jika uang tersebut sudah ada ditangan kita, kita wajib melepasnya. Caranya dengan menyerahkannya kepada pihak lain, diutamakan untuk sarana umum seperti pembangunan jalan, WC umum, dan sebagainya. Kita menyerahkannya dalam rangka melepas harta tersebut, bukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla, karena tidak boleh beribadah dengan harta haram. Bahkan sebagian Ulama berpendapat bahwa uang itu tidak boleh diambil sama sekali, karena pasti akan hancur dan tidak akan berkah. Namun jika tidak ada kebutuhan akan sarana umum, uang tersebut boleh disedekahkan kepada fakir miskin, orang yang terlilit utang, bahkan untuk membangun masjid.

Sedangkan makanan yang diberikan kepada anda oleh orang yang membelinya dengan uang riba, boleh bagi anda untuk memakannya, karena makanan tersebut berpindah kepemilikan kepada anda dengan cara yang sah menurut agama yaitu hadiah atau sedekah. Tidak halal bagi pelaku riba untuk memakannya, karena makanan itu diperolehnya dengan uang dari praktek riba yang dilakukannya sendiri. Tapi bagi anda, tidak demikian, karena sebab kepemilikannya sudah berbeda.

Bolehnya memakan makanan tersebut diperkuat oleh beberapa faktor berikut:

  1. Anda tidak mengetahui bahwa makanan itu dibeli dengan uang riba.
  2. Bisa jadi, pemberi makanan memiliki penghasilan lain selain riba. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu menerima hadiah dari ahli kitab, padahal pada umumnya mereka bermuamalah dengan riba.
  3. Bisa jadi, orang tersebut memberi makanan dalam rangka melepaskan diri dari uang riba tersebut, dan itu boleh.

Demikian penjelasan para Ulama seputar masalah ini, wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIX/1436H/2015]

RIBA TETAP RIBA

Pertanyaan.
Begini ustadz, jika membungakan uang adalah dosa, bagaimana dengan koperasi-koperasi yang meminjamkan dana dengan bunga 20%, dan koperasi tersebut berbadan hukum? Apakah hal itu berdosa atau tidak ustadz?

Jawaban.
Membungakan uang adalah dosa dan termasuk riba. Riba telah diharamkan dengan dasar al-Qur`an dan Sunnah serta ijma’ Umat Islam, bahkan ia termasuk dosa besar yang membinasakan. Allâh Azza wa Jalla tidak mengumandangkan perang  dan mengizinkan perang atas seorang dari pelaku maksiat selain pemakan riba dalam firman-Nya:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴿٢٧٥﴾يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ﴿٢٧٦﴾إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ﴿٢٧٧﴾يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴿٢٧٨﴾فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allâh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allâh. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allâh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allâh tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allâh dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allâh dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.[Al-Baqarah/2:275-279].

Dalam ayat yang mulia ini Allâh Azza wa Jalla melarang riba secara umum baik yang dilakukan pribadi ataupun lembaga.

Meminjamkan uang dengan tambahan bunga merupakan salah satu bentuk perbuatan riba yang ada ketika Allâh Azza wa Jalla turunkan ayat-ayat larangan riba.

Al-Jashash menyatakan, “Riba yang dikenal dan biasa dilakukan oleh masyarakat Arab adalah berbentuk pinjaman uang dirham atau dinar yang dibayar secara tertunda dengan bunganya dengan jumlah sesuai dengan jumlah hutang dan sesuai dengan kesepakatan bersama”. [Ahkâmul Qur’ân 1/465]

Di lain kesempatan, beliau menjelaskan: “Sudah dimaklumi bahwa riba di masa jahiliyyah adalah berbentuk pinjaman berjangka dengan bunga yang ditentukan. Tambahan atau bunga itu adalah kompensasi dari tambahan waktu. Maka Allâh Azza wa Jalla menjelaskan kebatilannya dan mengharamkannya. ” [Ahkâmul Qur’ân, 1/67]

Dengan demikian jelaslah bahwa membungakan uang termasuk dalam perbuatan riba yang Allâh larang pada pribadi atau lembaga.

Wallâhu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVIII/1436H/2015. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/5896-melepaskan-diri-dari-uang-riba.html